POLITIK ETIS DAN IMPLIKASI DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN:
Dinamikanisasi Pendidikan dan Perkembangan Sekolah
Abstrak :
politik etis sebagai suatu kebijakan baru yang diperjuangakan oleh
golongan liberal dan sosiol demokrat yang menginginkan adanya suatau
keadilan yang di peruntukan bagi Hindia-Belanda yang telah begitu banyak
membantu dan meningkatkan defisa dan kemakmuran bagi pemerintahan
Belanda. Awal politik etis di mulai ketika Ratu Wilhemina I diangkat
sebagai ratu baru di Negeri Belanda pada tahun 1898, di mana dalam
pernyataannya ia mengungkapkan bahwa pemerintahan Belanda berhutang
moril kepada Hindia-Belanda dan akan segera dilakukan policy mengenai
kesejahteraan di Hindia-Belanda, yang kemudian di buat tim penelitian
untuk keadaan di Hindia-Belanda. Pernyataan itulah yang kemudian di
kenal dengan istilah politik etis.[1]meskipun
makna dan sejarah istilah tersebut tidak hanya sebatas atas kejadian
tersebut, dan diantara tokoh-tokoh pencetus politik etis adalah van
Devebter, van Kol, dan yang paling terkenal adalah Abendanon sebagai
representasi dari politik etis.
Kata kunci : Politik etis, Indonesia, pendidikan
1. PENDAHULUAN
Politik etis sebagai sebuah polltik balas budi atau politik kehormanatan[2], namun
juga tak lepas dari intirk-intrik politik dan tujuan di dalamnya, hal
yang awalnya balas budi atau politik kehormatan ternyata tidak sejalan
dengan apa yang di buat pada tujuan awal politik tersebut. Terbukti
dengan masih adanya suatu keinginan dan kepentingan implisit dalam
realisasinya, sebagai contoh adalah emigrasi
(transmigrasi) yang di buat sebagai pemerataan penduduk Jawa dan Madura
untuk di pindahkan ke daerah Sumatra Utara dan Selatan ternyata masih
ada keinginan untuk mencari keuntungan besar dari kebijakan tersebut
seperti di bukanya perkebunan-perkebunan baru yang membutuhkan banyak
tenaga kerja untuk mengelolanya dan pengurangan jumlah kemiskinan di
Jawa dan Madura, ini adalah sebagai contoh dari realisasi politk etis
tersebut.
Namun
meskipun ada hal sifatnya keuntungan nemun tetap saja poltik etis
tersebut adalah fajar budi atau dalam bahasa Jerman adalah Aufklarung
(penceraahan) bagi bangsa Indonesia dimana fajar budi itu muncul
terlihat sinar-sinarnya dengan di buatnya sekolah-sekolah untuk penduduk
pribumi, meskipun sebagian besar adalah untuk kelas bangsawan saja
namun untuk penduduk kelas bawah pun terdapat pendidik meskipun sistem
dan fasilitasnya kelas II. Namun bukan masalah yang begitu pelik dalam
hal ini karena dampak yang di timbulkan do kemudian hari adalah politik
boomerang bagi pemerintahan Belanda, karena membuka pendidikan adalah
mempersenjatai para penduduk pribumi yang lebih berbahaya dan lebih
mematika dari pistol ataupun meriam. Munculnya golongan terdidik dan
terpelajar di kemudian hari menjadi ancaman bagi pemerintahan Belanda,
lahirnya Budi Utomo, Sarikat Islam hingga penbentukan Volkskraad
adalah respon dari stimulus yang diberikan oleh poltik etis ini dengan
memajukan pendidikan (Edukasi). Selain juga dua ranah lain yang di
perbaharui yaitu pengairan dan infrastruktur (Irigasi) dan transmigrasi (Emigrasi).
Hal
yang begitu menarik ketika membahas masalah politik etis ini mengingat
dampak yang timbulkanya dikemudian hari bagi bangsa Indonesia, terutama
dalam bidang kesejahteraan dan pendidikan dimana pembahasan mengenai
perkembangan masalah pendidikan akan dibahas dalam bab tersendiri dalam
makalah ini. Namun titik tolaknya tetap di mulai dari era politik konservatif (1800-1848), kemudian berlanjut ke pada era culturstelsel (1830-1870),
kemudian ke era politik liberal (1850-1870) dan masuk pada era transisi
dari politik liberal masuk ke politik etis (1870-1900) dan terakhir
adalah masa dimana politik etis itu berlangsung kurang lebih 1900.[3]
2. LATAR BELAKANG SEJARAH
Sebelumnya
telah di jelaskan bahwa sebelum masuk pada pembahasan mengenai politik
etis terlebih dahulu perlu di bahas era sebelum politik etis tersebut di
realisasikan, dimana akan ada keterkaitan yang sifatnya lebih historis
kronologis. Maka kalau di buat suatu batasan waktu untuk masuk dalam
politk etis akan terlihat lebih jelas:
- Era politik konservatif (1800-1848) :
era dimana sistem kumpeni dan merkantilisme di gunakan secara total,
dimana eksploitasi negeri jajahan adalah usaha utama pemerintahan
Belanda. Eksploitasi SDA alam merupkan hal yang harus dilakukan untuk
kemakmuran Negara induk tidak perduli apakah penduduk Negeri jajahan
makan atau tidak yang terpenting adalah keuntungan bagi Negeri Belanda
terutama untuk pembayaran hutang.
- Era culturstelsel (1830-1870) :
era dimana penjajahan dilakukan dengan mengikuti tradisi lokal yang
ada, hanya terjadi perubahan dimana di lakukan penyerahan pajak tanah
dengan uang namun di ganti dengan pemberian hasil perkebunan yang dapat
di ekspor dan laku di pasaran internasional. Dilakukan dengan cara
penanaman secara paksa produk yang laku di pasaran internasional seperti
kopi, teh dan tebu.[4] Keuntungan
yang berlipat-lipat adalah hal yang tak bisa terelakan lagi, bahkan
tahun 1831 dan 1877 pemerintahan Belanda menerima keuntungan sebesar 825
gulden.[5] Van Den Bosch adalah orang yang berada di balik politik tanam paksa ini yang melakukan eksploitasi cara baru untuk keuntungan negeri Belanda.[6]
- Era politik liberal (1850-1870) :
era dimana paham mengenai leberalisme mulai tumbuh di Eropa dan
mempengaruhi Belanda berawal dari Revolusi di Amerika dan Revolusi
Perancis semakin memantapkan paham tersebut. Dimana kapitalisme mulai
berkembang dan meruntuhkan politik merkantilisme yang selama ini
berkembang di Eropa, pasar bebas, pendirian pabrik-pabrik, jalan-jala
raya dan kereta api, bank-bank dan kebun-kebun di Indonesia adalah
implikasi nyata dari politik liberal ini.
- Era transisi dari politik liberal masuk ke politik etis (1870-1900) :
era dimana Belanda sebagai Negara yang awalnya penganut paham
perekonomian merkantilisme beralih dan mengkristal menjadi politik
liberal dan kapitalisme modern dengan penggunaan teknologi-teknologi
yang gaungi oleh revolusi industri di Inggris dan membolehkan padagang
dan saham swasta masuk ke Indonesia dan di berlakukanya politik pintu
terbuka, hal ini terlihat semakin kuat dengan di bukanya Terusan Suez
(1870) sebagai awal imperialisme modern masuk ke kawasan Asia dengan
perekonomian kapitalismenya disertai oleh penggunaan teknoilogi mesin
kapa uap yang sebagai hasil dari revolusi Industri di Inggris.[7]
- Era politik etis itu berlangsung kurang lebih 1900
: dimana gagasan mengenai hutang balas budi mulai seudah berkembang
dimana tiga bidang utama yang di perioritaskan di realisasikan (Irigasi, Edukasi dan Emigrasi) untuk kesejahteraan Indonesia.
a. Latar Belakang Sosial, Politik dan Ekonomi
Pada awal sebelum dilakukannya politik etis keadaan sosial dan ekonomi di Indonesia begitu buruk
dan jauh dari kata sejahtera terutama untuk penduduk pribumi yang buka
dari kalangan bangsawan. Pergantian penguasaan dan kebijakan bukan
menjadikan bangsa Indonesia semakin membaik justru sebaliknya setelah
keluatnya VOC dari Indonesia 1799 dengan politik ekspliotasinya hal itu
berganti ke tangan Inggris di bawah Raffles yang
semakin tidak memperhatikan kesejahteraan bangsa Indonesia, ke beralih
ke Deandles dengan poltik kerja paksanya semakin membuat penduduk
menderita, jumlah penduduk yang melek huruf hanya
1% dari seluruh jumlah penduduk yang ada. Pendidikan bukan menjadi
semakin baik justru sebaliknya. Karena kesejahretaan dapat di laksakan
apabila jumlah orang yang melek hurif semakin banyak. Dari bidang
ekonomi tanah-tanah yang luas masih dikuasi oleh para tuan tanah yang
dimana rakyat biasa hanya sebagai penyewa dan pekerja saja. Karena
politik yang digunakan pada saat itu adalah politik konservatif dimana
merkantilisme dan eksploitasi merupakan hal yang begitu di pentingkan
oleh pemerintah kolonial, timbah pembayaran pajak dan sewa yang begitu
besar yang semakin memberatkan kehidupan masyarakat Indonesia. Namun
setelah di berlakukanya politik liberal 1870 pola kesejahteraan berubah
terutama untuk pemerintah Belanda di pasar bebas dan politik pintu
terbuka dilaksanakan yang berakibat pada surplus produksi perkebunan
seperti gula 2 kali lipat, seperti tahun 1870 produksi mencapai 152.595
ton dan pada tahun 1885 di Jawa saja produksi gula mencapai 380.346 ton, selain gula produksi tembakau dan teh pun mancapai surplus, namun hal ini hanya untuk keuntungan pemerintah kolonial.
3. HAKIKAT POLITIK ETIS
Suatu istilah dan konsep yang dipakai untuk mensejahterakan Bangsa jajahan adalah politik etis, istilah
ini awalnya hanya sebuah kritikan-kritikan dari para kalangan liberal
dan Sosial Demokrat terhadap politik kolonial yang di rasa tidak adil
dan menghilangkan unsur-unsur humanistik, golongan Sosial Demokrat yang
saat di wakili oleh van Kol, van Deventer dan Brooshooft adalah
orang-orang yang ingin memberadabkan bangsa Indonesia. Yang menjadi
stimulus dari politik etis adalah kritikan yang di buat oleh van
Deventer dalam majalah De Gies yang intinya mengkritik
pemerintahan kolonial dan menyarankan agar dilakukan politik kehormatan
(hutang kekayaan) atas segala kekayaan yang telah diberikan oleh bangsa
Indonesia terhadap negera Belanda yang keuntungan menjadi 5 kali lipat
dari hutang yang mereka anggap di buat oleh bangsa Indonesia. Yang
kemudian di respon oleh Ratu Wilhemina dalam pengangkatanya sebagai Ratu
baru Belanda pada tahun 1898 dan mengeluarkan pernyataan bhawa Bangsa
Belanda mempunyai hutang moril dan perlu diberikan kesejahteraan bagi
bangsa Indoensia. [8] selain
dua faktor ini juga terdapat faktor-faktor lain yang menyebabkan
politik etis semakin genjar dilakukan yaitu perubahan politik di Belanda
yaitu dengan berkuasanya kalangan liberal yang menginginkan dilakukanya
sistem ekonomi bebas dan kapitalisme dan mengusahakan agar pendidikan
mulai di tingkatkan di Indonesia. Adanya doktrin
dari dua golongan yang berbeda semakin membuat kebijakan politik etis
ini agar segera dilaksnakan yiatu :
- Golongan Misionaris : 3 partai kristen yang mulai mengadakan pembagunan dalam bidang pendidikan yaitu patrai Katolik, Partai Anti-Revolusioner
dan Partai Kristen yang programnya adalah kewajiban bagi Belanda untuk
mengangkat derajat pribumi yang didasarkan oleh agama.
- Golongan Konservatif : menjadi kewajiban kita sebagai bangsa yang lebih tinggi derajatnya untuk memberdabkan orang-orang yang terbelakang.
Itulah
dua doktrin yang berkembang pada saat itu karena bagi mereka tujuan
terakhir politik kolonial seharusnya ialah meningkatkan kesejahteraan
dan perkembangan moral penduduk pribumi, evolusi ekonomi bukan eksploitasi kolonial melainkan pertanggujawaban moral.[9]
Politik
etis itu sendiri memiliki arti politik balas jasa, politik balas budi,
politik kehormatan ataupun hutang kekayaan mungkin intinya sama secara
harfiah, setelah tadi dijelaskan bahwa politik etis ini di kumandangkan
oleh golongan Sosial Demokrat yang didalangi oleh van Deventer yang
menginginkan adanya balas budi untuk bangsa Indonesia. Politik etis
bertendensi pada desentralisasi politik, kesejahteraan rakyat dan
efisiensi. [10]Karena
pada saat diberlakukanya politik etis tahun 1900 keadaan politik,
sosial dan ekonomi kacau balau, bidang ekonomi di guncang oleh
berjangkitnya hama pada tanaman terutama tebu, penyakit yang berkembang
kolera dan pes maka tak mengherankan Bangsa Eropa enggan datang ke Jawa
karena berkembangnya penyakit menular itu,
sanitasi yang begitu buruk. Dalam bidang sosial adalah jumlah masyarakat
yang melek huruf hanya 1 % dari 99 % penduduk yang ada di Indonesia
dan adalah masalah, karena kekurangan tenaga kerja yang perofesional
dalam berbagai bidang dan birokrasi karena para pegawai yang didatangkan
dari Belanda enggan datang karena isu penyakit menular yang ada di
jawa, selain itu juga masalah kepadatan penduduk yang yang menjadi
masalah di Jawa dan Madura, dan ini perlu dilakukan penyelesaianya
secara segera. Bidang politik masalah yang berkembang saat itu adalah
sentralisasi politik yang kuat sehingga tidak ada pemisahan kekuasaan
dan keungan antara pemerintahan kolonial dan Bangsa Indonesia yang
berdampak pada ketidaksejahteraan pribumi.
Maka tak mengherankan jargon dan program yang dikumandangkan dalam politik etis adalah dalam tiga bidang yaitu Irigate (pengairan dan infrastruktur) , Educate (pendidikan) ,Emigrate (Transmigrasi)
yang kesemuanya adalah program utama mereka, namun dalam makalah ini
yang akan lebih banyak di bahas adalah menegai pendidikan karena hal
tersebut merupakan suatu msalah yang menarik karena akan menjadi politik
boomerang dan era pencerahan bagi bangsa Indonesia. Dan secara real
memang bidang pendidikanlah yang begitu besar perhatianya terbukti
dengan munculnya tokoh, Snock Hurgronje, Abendanon, van Heutz.
1. Irigate (pengairan dan infrastruktur) :
Merupakan
program pembangunan dan penyempurnaan sarana dan prasarana untuk
kesejahteraan rakyat, terutama dalam bidang pertanian dan perkebunan hal
ini dilakukan dengan membuat waduk-waduk besar penampung air hujan
untuk petanian, dan melakukan perbaikan sanitasi untuk mengurangi
penyakit kolera dan pes. Selain juga perbaikan sarana infrastruktur
terutama adalah jalan raya dan kereta apai sebagai media untuk
pengangkutan komoditi hasil pertanian dan perkebunan.
2. Educate (pendidikan) :
Merupakan program peningkatan mutu SDM dan pengurangan jumlah buta huruf yang
implikasi baiknya untuk pemerintah Belanda juga yiatu mendapatkan
tenaga keraja terdidik untuk birikrasinya namun dengan gaji yang murah,
karena apabila mendatangkan pekerja dari Eropa tentunya akan sangat
mahal biayanya dengan gaji yang mahal dan pemberian sarana dan
prasarana, yang dikemdian akan di buat sekolah dengan dua tingkatan
yaitu sekolah kelas I untuk golongan bangsawan dan tuan tanah dan
sekolah kelas II untuk pribumi kelas menegah dan biasa dengan mata
pelajaran membaca, menulis, ilmu bumi, berhitung, sejarah dan
menggambar.
3. Emigrate (Transmigrasi) :
Merupakan
program pemerataan penduduk Jawa dan Madura yang telah padat dengan
jumlah sekitar 14 juta jiwa tahun 1900, selain padat jumlah perkebunan
pun sudah begitu luas maka kawasan untuk pemukiman semakin sempit, maka
hal itu di buat dengan dibuatnya pemukiman di Sumatra Utara dan Selatan
dimana di buka perkebunan-perkebunan baru yang membutuhkan banyak sekali
pengelola dan pegawainya. Untuk pemukiman Lampung adalah salah satu
daerah yang ditetapkan sebagai pusat transmigrasi dari Jawa dan Madura.[11]
Itulah
program utama yang dilakukan dalam politik etis terlepas dari berhasil
atau tidak dan ada kepentingan lain atau tidak, namun dari ketiga
program itu pendidikan merupakan program prioritas karena kedua program
lainya akan berhasil dan di tunjang oleh pendidikan. Selanjutnya akan di
jelaskan mengenai damapk yang di timbulkan oleh politik etiis dengan 3
program utamanya.
a. Implikasi Pelaksaan Politik Etis
Dampak
yang di timbulkan oleh politik etis tentunyaa ada yang negatif dan
positif namun yang perlu kita ketahui adalah bahwa hampir semua program
dan tujuan awal dari politik etis banyak yang tak terlaksana dan
mendapat hambatan. Namun satu program yang berdampak positif dengan
sifat jangka panjang bagi bangsa Indonesia adalah bidang pendidikan yang
akan mendatangkan golongan terpelajar dan terdidik yang dikemudian hari
akan membuat pemerintahan Belanda menjadi terancam dengan munculnya
Budi Utomu, Sarikat Islam dan berdirinya Volksraad. Adapun dampak-dampak yang terlihat nyata adalah dalam tiga bidang :
- Politik :
Desentralisasi kekuasaan atau otonomi bagi bangsa Indonesia, namun
tetap saja terdapat masalah yaitu golongan penguasa tetap kuat dalam
arti intervensi, karena perusahaan-perusahaan Belanda kalah saing dengan
Jepang dan Amerika menjadikan sentralisasi berusaha diterapkan kembali.
- Sosial : lahirya golongan terpelajar, peningkatan jumlah
melek huruf , perkembangan bidang pendidikan adalah dampak positifnya
namun dampak negatifnya adalah kesenjangan antara golongan bangsawan dan
bawah semakin terlihat jelas karena bangsawan kelas atas dapat
berseolah dengan baik dan langsung di pekerjakan di
perusahaan-perusahaan Belanda.
- Ekonomi :
lahirnya sistem Kapitalisme modern, politkk liberal dan pasar bebas
yang menjadikan persaingan dan modal menjadi indikator utama dalam
perdagangan. Sehingga yang lemah akan kalah dan tersingkirkan. Selain
itu juga muculnya dan berkembangnya perusahaan-perusahaan swasta dan
asing di Indonesia seperti Shell.
4. KAITAN POLITIK ETIS DAN PENDIDIKAN
Seperti
yang telah di terangkan sebelumnya bahwa politik etis berdampak besar
pada bidang pendidikan, dimana pendidikan yang berkembang pada saat itu
hanya pendidikan yang siaftanya masih lokal dan konservatif (surau,
langgra dan pesantren) dimana mata pelajaran yang ajarkan adalah
ilmu-ilmu agama saja dan tidak mengajarkan pelajaran-pelajaran yang
sifatnya umum.[12]
Namun meskipun pendidikan adalah bidang yang diutamakan namun tetap
saja terdapat masalah dalam hal paradigma pelaksanaanya hal itu terbukti
dengan adanya dua sistem yang berbeda pada saat itu :
- Snouck
Hurgronje direktur utama politik etis pertama (1900-1905) dan J.H.
Abendanon yang mendukung pendidikan dengan pendekatan yang bersifat
elitis yaitu pendidikan yang bergaya Eropa dengan bahasa Belanda sebagai
bahasa pengantarnya, dengan tujuan menjadikan kalangan elit yang cakap
dalam birokrasi dan tahu terima kasih.
- Idenburg
dan Gubernur Jendral van Heutz (1904-1909) yang mendukung pendidikan
dengan pendekatan yang bersifat merakyat (grass root) dengan bahasa
daerah sebagai bahasa pengantarnya.
Tujuan
dari pendidikan yang bergaya elitis adalah menghasilkan pimpinan bagi
zaman pencerahan baru Belanda-Indonesia, sedangkan tujuan pendidikan
bergaya merakyat (grass root) adalah membrikan sumbangan langsung bagi
kesejahteraan rakyat.[13]
Namun permasalahan yang di hadapai oleh kedua sistem ini adalah
ketidakcukupan dana yang memdai dan tidak menghasilkan sesuatu yang
diinginkan dari tujuan awalnya.
Dibawah
Abendanon-lah pendidikan dengan gaya elitis dapat berjalan dengan baik,
hal itu terbukti dengan berdirinya 2 sekolah resmi yang bertujuan
meningkatkan jumlah melek huruf, yaitu “sekolah para kepala” yang
kemudian dinamakan OSVIA (Opldelingschoolen voor Inlansche Ambtenaren “Sekolah pelatihan pejabat pribumi) dan sekolah dokter Jawa di Walterreden yang kemudian namanya menjadi STOVIA (school tot opdeling van Inlandsche antsen “sekolah untuk pelatihan dokter-dokter pribumi) untuk
lebih jelasnya mengenai perkembangan pendidikan akan dibahas dalam
bagain selanjutnya, namun hal yang perlu kita ketahui adalah sebagain
besaar sekolah ini di peruntukan hanya bagi kalangan bangsawan dan tuan
tanah, meskipun kesempatan untuk kalangan menengah dan bawah di buka
namun tetap saja sulit. Selain masalah tersebut
masalah lain yang dihadapi oleh Abendanon adalah sulitnya menerapkan
kebijakan pendidikan untuk kaum wanita dan tentangan dari kalangan
Gubernur konservatif, yang hal ini di alami oleh seorang wanita Jawa
yang terhalang keinginanya untuk mencari ilmu karena terhalang oleh
budaya dan kalangan konservatif dia adalah R.A. Kartini (1879-1904).
5. Dampak Politik Etis Dalam Bidang Pendidikan.
Seperti
yang telah di paparkan sebelumnya politik etis yang dijalankan oleh
pemerintah Belanda yang oleh Van Deventer dikonsepsikan dalam wujud
irigasi, edukasi dan emigrasi ini berdampak pada perubahan pola pikir
masyarakat pribumi. Salah satu yang terpenting adalah pada bidang
pendidikan yang didirikan oleh pemerintah Belanda, dimana dalam bidang
ini yang awalnya pemerintah Belanda bertujuan untuk membentuk masyarakat
pribumi sebagai pegawai pemerintah rendah yang memiliki loyalitas
tinggi terhadap pemerintah ternyata semakin lama malah bisa dibilang
menjadi bumerang terhadap pemerintahan belanda itu sendiri.
Pendidikan
yang dibangun oleh pemerintah Belanda di bawah Van Deventer diawali
dengan pembentukan sekolah-sekolah untuk masyarakat pribumi, tujuannya
seperti yang sudah di paparkan sebelumnya, yakni memberikan pendidikan
kepada masyarakat pribumi tentang tradisi yang paling baik dari Barat
yang nantinya diharapkan bagi yang bersekolah di sekolah yang didirikan
pemerintah itu, mereka menjadi tokoh penting yang berpengaruh luas dalam
masyarakat Indonesia[14].
Meskipun demikian, sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah
Belanda ternyata dibatasi. Batasannya adalah pada pemberian kesempatan
sekolah kepada masyarakat elit pribumi.
Sebelum
politk etis di bentuk, yakni pada masa VOC memegang kendali atas
pemerintahan di Indonesia ternyata telah dikenal sistem pendidikan.
Namun, ternyata jauh sebelumnya yakni pada masa sebelum politik, di
Indonesia telah mengenal sistem pendidikan. Untuk itu sebelum kita masuk
pada pembahasan mengenai pendidikan masa penjajahan Belanda, kita perlu
mengetahui pendidikan sebelum masuknya penjajahan Belanda, yakni pada
masa pemerintahan VOC.
a. Pendidikan dan Pengajaran Sebelum Politik Etis
Periode VOC (1600 – 1800)
Pada
tahun 1602 Belanda mendirikan VOC badan usaha ini merupakan persekutuan
dagang Belanda yang merebut penjajahan Portugis di Nusantara Timur dan
menetap di tempat itu. Kemudian, di dalam rapat kapal – kapal
perdagangan VOC atau kompeni membawa pendeta – pendeta yang akan
menyebarkan agama Kristen Protestan. Dengan kegiatan penyebaran agama
ini, selanjutnya berdirilah sekolah – sekolah. Adapun tujuan
didirikannya sekolah - sekolah tersebut yaitu sebagai upaya penyebaran
Agama Kristen Protestan. Materi yang diajarkan, yaitu membaca alkitab,
agama kristen, menyanyi, menulis dan menghitung.
Sehubungan
dengan VOC, Maluku yang merupakan pusat rempah – rempah dan merupakan
persekutuan dagang dengan Belanda maka mereka mendirikan sekolah –
sekolah dan gereja di Maluku dan Ambon. Namun, di Pulau Jawa tidak
terdapat sekolah – sekolah dan gereja dalam jumlah yang sangat banyak
seperti yang terdapat di Maluku. Pada tahun 1617, barulah didirikan
sekolah yang pertama di Jawa tepatnya di Batavia dengan nama De
Batraviasche School. Sekolah ini memiliki tujuan agar dapat menghasilkan
tenaga – tenaga yang cakap dan kelak dapat di pekerjakan pada
pemerintahan, administrasi dan gereja[15].
Para tenaga pengajarnya pun di datangkan dari negeri Belanda dan
siswanya terdiri dari anak – anak Belanda Indo. Sekolah ini pun tidak di
perbolehkan bagi orang bumi putera dan orang – orang asing lain seperti
orang Cina.
Dengan demikian, banyak sekali permasalahan yang timbul dalam dunia pendidikan pada periode ini, diantaranya seperti :
a. Ada
perbedaan dalam penyelenggaraan pendidikan. Artinya, ada sekolah –
sekolah rendah eropa dengan Bahasa pengantar Belanda dan sekolah rendah
pribumi (kristen) dengan bahasa pengantar melayu dan portugis.
b. Pendirian
sekolah tidak merata, hal ini disebabkan karena di tempat itulah pusat
rempah – rempah. Sekolah kejuruan tidak diselenggarakan sama sekali
sebab belum terniatoleh mereka untuk meningkatkan taraf hidup ekonomi
rakyat.
c. Juga
ada kesedihan bagi rakyat yang menganut agama Kristen Katolik. Hal ini
disebabkan karena VOC mengusir paderi – paderi dan gereja – gereja. Oleh
karena itu, sekolah – sekolah Katolik ditutup.
Periode Penjajahan Belanda (1800-1900)
Pada
abad 18 menjelang abad 19 VOC mengalami kemunduran sehingga tidak dapat
lagi berfungsi sebagai lembaga yang mengatur pemerintah dan masyarakat
di daerah Hindia Belanda. Pemerintahan diserahkan
kepada pemerintah Belanda yang kemudian dalam pengaturan masyarakat dan
pemerintahan akan dilakukan sendiri oleh pemerintah Belanda langsung.
Dengan demikian pemikiran mengenai pendidikan pun akan berubah dengan
prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. pemerintah berusaha untuk tidak memihak salah satu agama tertentu.
2. tidak
di usahakan untuk hidup secara selaras dengan lingkungannya tetapi
lebih ditekankan agar anak didik dikemudian hari dapat mencari pekerjaan
demi kepentingan colonial.
3. sistem
persekolahan disusun menurut adanya perbedaan lapisan social yang ada
dalam masyarakat Indonesia, khususnya yang ada di pulau jawa.
4. pada
umumnya pendidikan diukur dan diarahkan untuk membentuk suatu golongan
elit social agar dapat dipakaki sebagai alat bagi kepentingan atau
nkeperluan supremasi politik dab ekonomi Bel;anda di Indonesia[16].
Sistem
persekolahan di dasarkan kepada keturunan atau kelas sosial yang ada.
Dan pengecualian menurut hukum pada tahun 1848, yaitu :
· Golongan Eropa, yang disamakan dengan eropa dan golongan bumiputera.
· Golongan Bumiputera; dalam golongan ini penduduk di bagi lagi menurut status sosialnya, yaitu :
a. Golongan bangsawan / aristokrat,
b. Golongan pimpinan adat,
c. Golongan pimpinan agama, dan
d. Golongan Rakyat biasa.
Disamping
itu, pelaksanaan pendidikan tidak berdasarkan dan tidak memihak salah
satu agama. Adapun jenis jenis sekolah yang ada pada masa itu, antara
lain :
o Sekolah Rendah Eropa (europesche lager school / ELS) yang didirikan pada tahun 1818.
o Sekolah Gadis pertama yang mempunyai asrama, didirikan pada tahun 1827.
o Sekolah Dokter Jawa dengan ama belajar dua tahun setelah tamat SD lima tahun, didirikan pada tahun 1854.
o Sekolah Guru Negeri di Surakarta, didirikan pada tahun1854 dengan lama belajar tiga tahun.
o Sekolah Warga Negara Tinggi (Hoogere Burger School / HBS), didirikan pada tahun 1867, dengan lama belajar lima tahun dan
o Sekolah Tondano, sekolah dasar khusus yang disebut sekolah raja yang didirikan pada tahun 1865 dan 1872.
Masalah pendidikan yang muncul pada periode ini, adalah :
a. Tujuan pendidikan yang tidak dinyatakan dengan tegas.
b. Bangsa Indonesia tidak mendapatkan hak yang sama denga orang Belanda.
c. Tujuan
sekolah bukanlah untuk mendidik rakyat, bukan pula untuk mempertinggi
taraf penghidupan rakyat, melainkan hanya untuk kepentingan kaum
penjajah.
b. Pendidikan dan Pengajaran Pada Saat Politik Etis
Diseluruh
dunia terdapat perkembangan dan pembaruan di bidang politk, ekonomi,
dan ide – ide. Hal ini mendorong pemerintah Belanda untuk memberikan
lebih banyak lagi kesempatan anak bumi putera untuk menerima pendidikan.
Atas dasar itulah, timbul suatu aliran di kalangan bangsa Belanda yang
terkenal sebagai politik etis (etiche politiek). Aliran ini dicetuskan
oleh Van Deventer dengan semboyan “Hutang Kehormatan”. Akhirnya, aliran
ini terkenal dengan slogan edukasi, irigasi, dan emigrsi.
Selain
Van Deventer, ada pula Snouck Hourgroje, tokoh Belanda yang mendukung
pemberian pendidikan kepada aristrokat Bumiputera. Menurut balai pustaka
jenis sekolah yang ada, antara lain :
o Pendidikan Rendah (lager Onderwijs)
Pada hakikatnya pendidikan dasar untuk tingkat sekolah dasar menggunakan dua sistem pokok, yaitu :
a. Sekolah Rendah dengan bahasa pengantar bahasa Belanda.
b. Sekolah Rendah dengan bahasa pengantar bahasa daerah.
o Pendidikan lanjutan / Pendidikan menengah (Midleboar Onderwijs)
Sebenarnya
terdapat satu jenis sekolah lanjutan menurut sistem persekolahan
Belanda di golongan sekolah dasar, yaitu sekoilah dasar yang lebih luas
(Meer Vitgebreld lagere Onderwijs) atu MULO yang berbahasa pengantar
bahasa Belanda, denag lama sekolah antara tiga sampai empat tahun.
o Sekolah
menengah Umum (Algemeene Middlebares School atau AMS) merupakan
kelanjutan dari MULO yang berbahasa Belanda dan diperuntukkan untuk
golongan Bumiputera dan Timur Asing dengan lama belajar tiga tahun. AMS
terdiri dari 2 jurusan yaitu :
1. Bagian A, Pengetahuan Kebudayaan.
2. Bagian B, Pengetahuan Alam.
o Sekolah
Warga Negara Tinggi (Hooger Burger School atau HBS). Sekolah ini
disediakan untuk golongan Eropa, bangsawan Bumiputera, atau tokoh –
tokoh terkemuka.bahasa pengantar yabg dipakai yaitu bahasa Belanda dan
berorientasi ke Eropa barat, khususnya Belanda. Lama sekolah antara tiga
dan lima tahun.
Selain
sekolah lanjutan Belanda juga mendirikan sekolah kejuruan sebagai
bagian dari pelaksanaan politik etis. Adapun jenis – jenis sekolah
kejuruan yang ada sebagai berikut :
o Sekolah Pertukangan ( Ambachts Leergang)
Sekolah
ini berasal dari sekolah Pekerjaan Tangan (Hondwerk School) dan Sekolah
Kerajinan Tangan (Njverheid School) yang pertama didirikan pada tahun
1881. sekolah ini berbahasa pengantar Belanda, sedangkan lama sekolah tiga tahun dan bertujuan untuk mendidik dan mencetak mandor (werkbaas).
o Sekolah Teknik (Technish Onderwijs)
Sekolah
ini merupakan kelanjutan dari Ambachts School, berbahasa pengantar
Belanda dan lama sekolah tiga tahun. Yang mula – mula didirikan adalah
Koningin Wihelmina School pada tahun 1906 di Jakarta.
o Pendidikan Dagang (Handels Onderwijs)
Tujuan
dari pendirian Sekolah Dagang Indonesia untuk memenuhi kebutuhan
perusahaan – perusahaan Eropa yang berkembang dengan pesat.
o Pendidikan Pertanian (Landbauw Oderwijs)
Tahun
1911 mulai didirikan Sekolah Pertanian (Cultuur School yang tediri dari
dua jurusan yaitu pertanian dan kehutanan. Sekolah ini menerima lulusan
Sekolah Dasar yang berbahasa pengantar Belanda. Lama belajar adalah
tiga sampai empat tahun dan bertujuan untuk menghasilkan pengawas –
pengawas pertanian & kehutanan.
o Pendidikan kejuruan Kewanitaan (Meisjes Vokonderwijs)
Pendidikan
ini dipengaruhi oleh gagasan – gagasan R.A. Kartini maka pemerintah
mulai memberikan perhatian kepada bidang ini. Pada tahun 1918 didirikan
Sekolah Kepandaian Putri (Lagere Nijverheidschool voor Meisjes). Sekolah
sejenis yang didirikan oleh swasta dinamakan Huishoudschool (Sekolah
Rumah Tangga) lama belajar tiga tahun. Disamping itu, ada sekolah Van
Deventer yang memberiokan pendidikan keputrian yang berorientasi Eropa
(Belanda). Sekolah Van Deventer memberikan juga pendidikan untuk menjadi
guru Sekolah Taman Kanak – Kanak (Frobel Onderwijs).
o Pendidikan Keguruan (Kweekschool).
Lembaga
keguruan ini merupakan lembaga tertua dan sudah ada sejak permulaan
abad kesembilan belas. Sekolah Guru Negeri yang pertama didirikan pad
tahun 1851 di Surakarta. Sebelum itu, pemerintah telah menyelenggarakan
kursus – kursus guru yang diberi nama Normal Cursus yang dipersiapkan
untuk menghasilkan guru – guru Sekolah Desa.
Pada
abad ke dua puluh para kalangan penganjur politik etis mengemukakan
gagasan mereka untuk segera membentuk Pendidikan Tinggi(Hooger
Onderwijs). Dan pada trahun 1910 didirikan Perkumpulan Universitas
Indonesia (Indische Universiteits Veriniging) yang bertujuan untuk
mendirikan pendidikan tinggi, baik melalui pemerintah maupun
swasta.Adapun pendidikan tinggi ini meliputi tiga bidang keahlian
sebagai berikut.
o Pendidikan Tinggi Kedokteran
Lembaga
pendidikan ini di Indonesia dimulai dari Sekolah Dokter Djawa yang
didirikan pada tahun 1851. lama belajar dua tahun, setelah tamat dari
sekolah dasar lima tahun. Bahasa pengantar bahasa melayu dan pada tahun
1913 Sekolah Dokter Djawa diubah namanya menjadi STOVIA. Pada tahun 1913
disamping STOVIA di Jakarta didirikan pula Nederlandsch Indische
Artsenschool (NIAS) di Surabaya yang syarat dan lama belajarnya sama
o Pendidikan Tinggi Hukum.
Pendidikan
Tinggi Hukum dimuli dari Sekolah Hukum (Rechtsschool) yang didirikan
pada tahun 1909. sekolah ini menerima lulusan ELS dan lama pendidikan
tiga tahun serta berbahasa pengantar bahasa Belanda.
o Pendidikan Tinggi Teknik
Pada
tahun 1920 pemerintah benarr – benar mendirikan pendidikan tinggi
pertama yang betul – betul memenuhi syarat sebagai perguruan tinggi .
tetapi pada periode ini masih terdapat masalah pendidikan , antara laihn
:
a. Masalah semua rakyat Indonesia belum memiliki kesempatan yang sama untuk memasuki pendidikan.
b. Mata
pelajaran yang diperuntukkan untuk Pribadi di sekoilah rendah
Bumiputera bertendensi untuk menjadikan bangsa Indonesia mempunyai rasa
harga diri kurang dan tida mendidik supaya menjadi anak yang cerdas.
5. Kesimpulan
Politik
etis sebagai politik balas budi atau hutang kehormatan yang di buat
oleh pmerintah kolonial Belanda ternyata menimbulkan suatu kemajuan dan
abad pencerahan bagi Bangsa Indonesia yang mendapat pendidikan, selain
itu pula sebagai suatu politik boomerang bagi Bangsa Belanda karena
tealh menelurkan para golongan terpejar yang kemudian menjadi suatu bola
salju yang menghantam pemerintahan Belanda. Hal itu bisa kita lihat
dalam dinamika dan perkembangan sekolah yang semakin tahun semakin
banyak bidang dan kuantitas jumlahnya bagi penduduk pribumi.
Perkembangan
pendidikan pun menjadikan banyak masyarakat pribumi yang tidak lagi
buta huruf dan mendapat pendidikan untuk mengetahui ilmu pengetahuan
tidak hanya ilmu pengetahuan tentang agama saja namun juga ilmu
pengetahuan umum, yang sebelumnya hanya ada lembaga pendidikan pesantran
saja kemudian timbul sekolah-sekokah umum, baik yang berupa buatan
Belanda maupun Indonesia seperti Tanam Siswa dll.
DAFTRA PUSTAKA
- M. C. Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: Serambi, 2005.
- Robert van Niel. Munculnya Elit Modern Indonesia. Jakarta: Pustaka Jaya, 1984.
- Sartono Kartodirdjo. Pengantar Sejarah Indonesia: Sejarah Pergerakan Nasional. Jakarta: Granmedia Pustaka Utama, 1993.
- Bernard H.M. Vleke. Nusantara Sejarah Indonesia. Jakarta: KPG, 2008.
- Marwati Djoened Poesponegero, Nugroho Nototsusanto. Sejarah Nasional Indoneisa V. Jakarta: Balai Pustaka, 1994.
- Redaksi Kompas. Menjadi Indonesia. Jakarta: Kompas, 1987.
- H. Baudet, I.J. Brugmans (ed). Politik Etis dan Revolusi Kemerdekaan. Jakarta: Yayasan Obor, 1987.
- Sumarsono Mestoko, Pendidikan di Indonesia dari Jaman ke Jaman. Jakarta : Balai Pustaka,1986.
Posting Komentar