Pengerian Ilmu & Teknologi Serta Manfaatnya
Ada orang yang menamakannya ilmu, ada yang menamainya ilmu pengetahuan, dan pula ada yang menyebutnya sains. Keberagaman istilah tersebut adalah suatu usaha untuk melahirkan padanan (meng-Indonesiakan) kata science yang asalnya dari bahasa Inggris. Pengertian yang terkandung dibalik kata-kata yang berbeda tersebut ternyata juga tidak kalah serba ragamnya. Keserbaragamannya bahkan kadang-kadang seolah-olah mengingkari citra ilmu pengetahuan itu sendiri yang pada dasarnya bertujuan untuk merumuskan sesuatu dengan tepat, tunggal dan tidak bias.
Filsafat adalah suatu ilmu yang kajiannya tidak hanya terbatas pada fakta-fakta saja melainkan sampai jauh diluar fakta hingga batas kemampuan logika manusia. Batas kajian ilmu adalah fakta sedangkan batas kajian filsafat adalah logika atau daya pikir manusia. Ilmu menjawab pertanyaan “why” dan “how” sedangkan filsafat menjawab pertanyaan “why, why, dan why” dan seterusnya sampai jawaban paling akhir yang dapat diberikan oleh pikiran atau budi manusia (munkin juga pertanyaan-pertanyaannya terus dilakukan sampai never ending)..
Ada orang yang menamakannya ilmu, ada yang menamainya ilmu pengetahuan, dan pula ada yang menyebutnya sains. Keberagaman istilah tersebut adalah suatu usaha untuk melahirkan padanan (meng-Indonesiakan) kata science yang asalnya dari bahasa Inggris. Pengertian yang terkandung dibalik kata-kata yang berbeda tersebut ternyata juga tidak kalah serba ragamnya. Keserbaragamannya bahkan kadang-kadang seolah-olah mengingkari citra ilmu pengetahuan itu sendiri yang pada dasarnya bertujuan untuk merumuskan sesuatu dengan tepat, tunggal dan tidak bias.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, terbitan Balai Pustaka,
Jakarta, 2001, ilmu artinya adalah pengetahuan atau
kepandaian. Dari penjelasan dan beberapa contohnya, maka
yang dimaksud pengetahuan atau kepandaian tersebut tidak saja berkenaan
dengan masalah keadaan alam, tapi juga termasuk “kebatinan” dan
persoalan-persoalan lainnya. Sebagaimana yang sudah kita kenal mengenai
beberapa macam nama ilmu, maka tampak dengan jelas bahwa cakupan ilmu
sangatlah luas, misalnya ilmu ukur, ilmu bumi, ilmu dagang, ilmu hitung,
ilmu silat, ilmu tauhid, ilmu mantek, ilmu batin (kebatinan), ilmu
hitam, dan sebagainya.
Kata ilmu sudah
digunakan masyarakat sejak ratusan tahun yang lalu. Di Indonesia, bahkan
sebelum ada kata ilmu sudah dikenal kata-kata lain yang maksudnya sama,
misalnya kepandaian, kecakapan, pengetahuan, ajaran, kawruh, pangrawuh,
kawikihan, jnana, widya, parujnana, dan lain-lain. Sejak lebih dari
seribu tahun yang lampau nenek moyang bangsa kita telah menghasilkan
banyak macam ilmu, contohnya kalpasastra (ilmu farmasi), supakasastra
(ilmu tataboga), jyotisa (ilmu perbintangan), wedastra (ilmu olah
senjata), yudanegara atau niti (ilmu politik), wagmika (ilmu pidato),
sandisutra (sexiology), dharmawidi (ilmu keadilan), dan masih banyak
lagi yang lainnya.
Ada yang mencoba membedakan
antara pengetahuan (knowledge) dan ilmu (science). Pengetahuan
diartikan hanyalah sekadar “tahu”, yaitu hasil tahu dari usaha manusia
untuk menjawab pertanyaan “what”, misalnya apa batu, apa gunung, apa
air, dan sebagainya. Sedangkan ilmu bukan hanya
sekadar dapat menjawab “apa” tetapi akan dapat menjawab “mengapa” dan
“bagaimana” (why dan how).,
misalnya mengapa batu banyak macamnya, mengapa gunung dapat meletus,
mengapa es mengapung dalam air.
Pengetahuan dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi ilmu apabila memenuhi tiga kriteria, yaitu obyek kajian, metoda pendekatan dan bersifat universal. Tidak selamanya fenomena yang ada di alam ini dapat dijawab dengan ilmu, atau setidaknya banyak pada awalnya ilmu tidak dapat menjawabnya. Hal tersebut disebabkan ilmu yang dimaksud dalam terminologi di sini mensyaratkan adanya fakta-fakta.
Pengetahuan dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi ilmu apabila memenuhi tiga kriteria, yaitu obyek kajian, metoda pendekatan dan bersifat universal. Tidak selamanya fenomena yang ada di alam ini dapat dijawab dengan ilmu, atau setidaknya banyak pada awalnya ilmu tidak dapat menjawabnya. Hal tersebut disebabkan ilmu yang dimaksud dalam terminologi di sini mensyaratkan adanya fakta-fakta.
Filsafat adalah suatu ilmu yang kajiannya tidak hanya terbatas pada fakta-fakta saja melainkan sampai jauh diluar fakta hingga batas kemampuan logika manusia. Batas kajian ilmu adalah fakta sedangkan batas kajian filsafat adalah logika atau daya pikir manusia. Ilmu menjawab pertanyaan “why” dan “how” sedangkan filsafat menjawab pertanyaan “why, why, dan why” dan seterusnya sampai jawaban paling akhir yang dapat diberikan oleh pikiran atau budi manusia (munkin juga pertanyaan-pertanyaannya terus dilakukan sampai never ending)..
Sementara ada yang
berpendapat bahwa filsafat pada dasarnya bukanlah ilmu,
tetapi suatu usaha manusia untuk memuaskan dirinya selagi suatu fenomena
tidak / belum dapat dijelaskan secara keilmuan. Sebagai contoh dulu
orang percaya bahwa orang yang sakit lantaran diganggu dedemit,
meletusnya gunungapi adalah akibat dewa penguasa gunung tersebut murka,
gempabumi terjadi karena Atlas dewa yang menyangga bumi “gagaro lantaran
ateul bujur”, dan masih banyak lagi.
Teknologi
Teknologi adalah satu
ciri yang mendefinisikan hakikat manusia yaitu bagian dari sejarahnya
meliputi keseluruhan sejarah. Teknologi, menurut Djoyohadikusumo (1994,
222) berkaitan erat dengan sains (science) dan perekayasaan (engineering).
Dengan kata lain, teknologi mengandung dua dimensi, yaitu science dan
engineering yang saling berkaitan satu sama lainnya. Sains
mengacu pada pemahaman kita tentang dunia nyata sekitar kita, artinya
mengenai ciri-ciri dasar pada dimensi ruang, tentang materi dan energi
dalam interaksinya satu terhadap lainnya.
Definisi mengenai
sains menurut Sardar (1987, 161) adalah sarana pemecahan masalah
mendasar dari setiap peradaban. Tanpa sains, lanjut Sardar (1987, 161)
suatu peradaban tidak dapat mempertahankan struktur-struktur politik dan
sosialnya atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar rakyat dan budayanya.
Sebagai perwujudan eksternal suatu epistemologi, sains membentuk
lingkungan fisik, intelektual dan budaya serta memajukan cara produksi
ekonomis yang dipilih oleh suatu peradaban. Pendeknya, sains, jelas
Sardar (1987, 161) adalah sarana yang pada akhirnya mencetak suatu
peradaban, dia merupakan ungkapan fisik dari pandangan dunianya.
Sedangkan rekayasa, menurut Djoyohadikusumo (1994, 222) menyangkut hal
pengetahuan objektif (tentang ruang, materi, energi) yang diterapkan di
bidang perancangan (termasuk mengenai peralatan teknisnya). Dengan kata
lain, teknologi mencakup teknik dan peralatan untuk menyelenggarakan
rancangan yang didasarkan atas hasil sains.
Seringkali diadakan
pemisahan, bahkan pertentangan antara sains dan penelitian ilmiah yang
bersifat mendasar (basic science and fundamental) di satu pihak
dan di pihak lain sains terapan dan penelitian terapan (applied
science and applied research). Namun, satu sama lain sebenarnya
harus dilihat sebagai dua jalur yang bersifat komplementer yang saling
melengkapi, bahkan sebagai bejana berhubungan; dapat dibedakan, akan
tetapi tidak boleh dipisahkan satu dari yang lainnya (Djoyohadikusumo
1994, 223).
Makna Teknologi,
menurut Capra (2004, 106) seperti makna ‘sains’, telah mengalami
perubahan sepanjang sejarah. Teknologi, berasal dari literatur Yunani,
yaitu technologia, yang diperoleh dari asal kata techne, bermakna wacana
seni. Ketika istilah itu pertama kali digunakan dalam bahasa Inggris di
abad ketujuh belas, maknanya adalah pembahasan sistematis atas ‘seni
terapan’ atau pertukangan, dan berangsur-angsur artinya merujuk pada
pertukangan itu sendiri. Pada abad ke-20, maknanya diperluas untuk
mencakup tidak hanya alat-alat dan mesin-mesin, tetapi juga metode dan
teknik non-material. Yang berarti suatu aplikasi sistematis pada teknik
maupun metode. Sekarang sebagian besar definisi teknologi, lanjut Capra
(2004, 107) menekankan hubungannya dengan sains. Ahli sosiologi Manuel
Castells seperti dikutip Capra (2004, 107) mendefinisikan teknologi
sebagai ‘kumpulan alat, aturan dan prosedur yang merupakan penerapan
pengetahuan ilmiah terhadap suatu pekerjaan tertentu dalam cara yang
memungkinkan pengulangan.
Akan tetapi,
dijelaskan oleh Capra (107) teknologi jauh lebih tua daripada sains.
Asal-usulnya pada pembuatan alat berada jauh di awal spesies manusia,
yaitu ketika bahasa, kesadaran reflektif dan kemampuan membuat alat
berevolusi bersamaan. Sesuai dengannya, spesies manusia pertama diberi
nama Homo habilis (manusia terampil) untuk menunjukkan
kemampuannya membuat alat-alat canggih.
Dari perspektif
sejarah, seperti digambarkan oleh Toynbee (2004, 35) teknologi merupakan
salah satu ciri khusus kemuliaan manusia bahwa dirinya tidak hidup
dengan makanan semata. Teknologi merupakan cahaya yang menerangi
sebagian sisi non material kehidupan manusia. Teknologi, lanjut Toynbee
(2004, 34) merupakan syarat yang memungkinkan konstituen-konstituen non
material kehidupan manusia, yaitu perasaan dan pikiran , institusi, ide
dan idealnya. Teknologi adalah sebuah manifestasi langsung dari bukti
kecerdasan manusia.
Dari pandangan semacam
itu, kemudian teknologi berkembang lebih jauh dari yang dipahami
sebagai susunan pengetahuan untuk mencapai tujuan praktis atau sebagai
sesuatu yang dibuat atau diimplementasikan serta metode untuk membuat
atau mengimplementasikannya. Dua pengertian di atas telah digantikan
oleh interpretasi teknologi sebagai pengendali lingkungan seperti
kekuasaan politik di mana kebangkitan teknologi Barat telah menaklukkan
dunia dan sekarang telah digunakan di era dunia baru yang lebih ganas.
Untuk memperjelas statement tersebut, kita coba menelaah teknologi
secara lebih dalam lagi. Melihat substansi teknologi secara lebih
komprehensif, yaitu konsepsi teknologi dari kerangka filsafat.
Posting Komentar